Saturday, April 7, 2007

REPOSISI PERAN STRATEGIS KAMMI DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI SULAWESI SELATAN



PENDAHULUAN
Mahasiswa sebagai lokomotif penggerak reformasi selalu diperhadapkan dengan realitas yang membuatnya tak jarang berada di persimpangan jalan, antara idelisme dan realita. Perannya sebagai agent of change (ataupun dalam konteks ke-KAMMI-an dewasa ini lebih dituntut mesti lebih dari sekadar agent, menjadi director of change[1], pengendali perubahan) dan iron stock (cadangan keras) tak ayal menjadikan mahasiswa selalu berada dalam barisan depan mewujudkan cita-cita masyarakat yang sering berbenturan dengan kekuasaan tiranik yang secara sadar maupun tak sadar menindas rakyat. Persoalan yang sering mencuat dalam tubuh gerakan mahasiswa, dapat berbentuk problem pematangan diri secara organisasional, kederisasi, hubungan antar kelompok atau komunitas mahasiswa sendiri, sampai pada prioritas isu yang akan di angkat dan harus segera diselesaikan, Belum lagi menghadapi kepentingan kelompok-kelompok politis tertentu dengan godaan yang sangat luar biasa, sampai meruntuhkan independensi gerakan. Pastinya lagi masalah absensi di ruang kelas, SKS yang harus dilulusi, tugas-tugas kuliah beserta seabrek agenda akademik tentunya juga mau tidak mau mesti menjadi skala prioritas.[2]
KAMMI yang lahir dari hiruk pikuk dan gegap gempita alam Indonesia zaman reformasi, adalah pertanda kebangkitan anak-anak muda Islam (dalam hal ini mahasiswa) yang sebenarnya aromanya telah tercium belasan atau bahkan puluhan tahun sebelumnya sebagai arus kebangkitan dunia islam skala internasional, KAMMI sebagai anak kandung dakwah dan tarbiyah.
Dalam perjalanan selama delapan tahun mengawal cita-cita republik ini dari zaman pergolakan reformasi sampai Indonesia terkini, Satu pertanyaan klasik, sudah sampai ke mana sajakah tujuan KAMMI yang termaktub dalam visi-misinya paradigma gerakan, sampai yang paling canggih kredo gerakan mampu mengubah wajah Indonesia hari ini? Mari kita bicara tentang peran strategis, ketika menyingung peran strategis maka sederhananya pola pikr kita digiring ke pertanyaan tentang posisi tawar KAMMI serta seberapa “penting” KAMMI di mata bangsa, di mata Indonesia, dan ketika diperkecil lagi dalam wilayah lokal Sulawesi Selatan. Betulkah KAMMI di Sul-Sel sudah benar-benar menjalankan fungsinya sebagai problem solver yang sebenar-benarnya dan benar-benar diperhitungkan. Atau cuma sekedar pelengkap dinamika atau bahkan cuma timbul sebagai “gejala” euphoria kebebasan mengusung bendera dengan warna berbeda.
2. Masyarakat Madani
Sebagai bagian tak terpisahkan dari cita-cita luhur islam Indonesia, mewujudakan tatanan masyrarakat berkeadilan dalam republik Indonesia, wa bil khusus Sulawesi Selatan, KAMMI selayaknya mengambil posisi-posisi yang lebih signifikan. Cita-cita luhur itu adalah masyarakat madani, hampir tak ada bantahan tentang ini. Defenisi tentang masyarakat madani pun tak seragam pada satu teks. Jika menilik akar kata dalam bahasa Inggris, merujuk pada Civil Society, masyarakat sipil; sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Begitupun ketika dalam khazanah islam, masyarakat madani mengacu pada romantisme pemerintahan Islam zaman rasulullah di madinah kala itu. Tatkala kesejahteraan bisa dijewantahkan dalam laku dan gerak masyarakat madinah melalui pemerintahan berkeadilan. Tak salah (ada benarnya) masyarakat yang sejahtera lahir bathin diidentifikasi sebagai masyarakat Madany.
3. KAMMI berjuang untuk Sulsel Madani, Diantara Pilihan-Pilihan Jalur Gerakan
Belajar dari sejarah. Mahasiswa yang lahir setelah gelora reformasi berkecamuk mulai memikirkan langkah-langkah tepat mengawal perubahan yang diperjuangkannya mati-matian. Seringkali dianalogikan gerakan mahasiswa sebagai Resi atau pendekar, yang akan turun gunung ketika kampung porak poranda ditangan perompak, dan akan kembali bertapa di padepokannya setelah keadaan kembali tenteram.. Sejarah ternyata mengajarkan mereka bahwa seringkali setelah perubahan terjadi tak ada yang mengontrol agar gerak arah bangsa tetap pada rel cita-cita sebagai amanat rakyat, mahasiswa beroyong-boyong kembali ke “pertapaan”. Gerakan moral ternyata menurut sebagian pendapat pada masa dan kondisi tertentu harus menuju ke gerakan politik. Cuma permasalahan yang timbul lagi sampai batas-batas mana yang diperkenankan sebagai tanggung jawab moralnya selaku mahasiswa, dan bukan pada batas seluas-luasnya.
Lingkup wilayah Sulawesi Selatan dengan segala persoalan masyarakatnya yang kompleks, adalah bagian tak terpisahkan dari aspek dakwah dan perjuangan KAMMI. Dalam mewujudkan “masyarakat madani” Sul-Sel, tentunya salah satu posisi yang bisa diambil adalah optimalisasi fungsi Social Control sebagai gerakan mahasiswa. Sekali lagi karena sesuai awal terlahirnya, telah memproklamirkan diri sebagai gerakan ekstra parlementer. Maka daya kritisi terhadap kinerja pemerintah dan perangkat-perangkatnya adalah senjata utama, ini perlu dibarengi wawasan tentang kebangsaan yang diharapkan dalam profil muslim negarawan. Konsep gerakan moral tampaknya masih tetap perlu dijaga untuk tetap menjamin “taji” KAMMI masih tetap tajam merespon semangat zaman (zeitgeist) Seperti
1. Pengawalan setiap issue yang berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat sulawesi selatan,
2. Perumusan konsep masyarakat madani atau masyarakat sejahtera sebagai tawaran kepada pemerintah.
3. Pembelajaran politik kepada masyarakat melalui penyadaran posisi dan perannya dalam situasi kebangsaan terkini. Melalaui jalur-jalur Aksi maupun seminar-seminar dan semacamnya.
4. Kritik terhadap kinerja struktur pemerintahan dan perangkat-perangkat negara tanpa pandang bulu.
Secara pribadi dan kultural, keberpihakan politik tidak bisa dinafikan, sebab satu dalam “Jamaah” merupakan keniscayaan dalam tubuh gerakan dakwah. Namun layaknya selaku mahasiswa tentunya sudah cukup cerdas menempatkan dirinya masing-masing dalam ranah-ranah di mana ia berpijak. Bukan pilihan-pilihan namun lebih kepada regulasi. Ada saatnya kapan menjadi sosok pure orientasi politik, pasca mahasiswa misalnya.
Peran sebagai penyedia pemimpin-pemimpin masa depan perlu diberdayakan secara maksimal berdasarkan potensi yang dimiliki setiap kadernya, sebab masyarakat madani yang dicita-citakan dalam pandangan KAMMI tentunya adalah masyarakat tidak hanya sejahtera secara fisik/materi namun juga secara moral, spiritual, dan intelektual.

retno

[1]Lihat risalah manhaj kaderisasi 1427H KAMMI daerah SULSEL
[2]Lihat “Mahasiswa Bergerak” 1999.Jakarta:YLBHI

No comments: